CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Jumat, 13 Maret 2009

Blajar dari anak

Yang Tidak Bekerja Tidak Boleh Makan

Seusai kebaktian Nyonya Martini pulang duluan, karena suaminya harus mengikuti rapat dulu di gereja. Nyonya Martini segera menggandeng anaknya keluar.

Begitu mereka sampai di pintu gerbang gereja, ada seorang pengemis tua sedang menadahkan tangannya.

Melihat pengemis itu, anak Nyonya Martini segera ingat kotbah pendeta tadi. Pendeta mengatakan, terlebih bahagia memberi, daripada menerima. Maka dengan spontan si anak menarik lengan ibunya.

"Ma, Mama. Pengemis itu dikasi uang, Ma. Kasihan!"

Tetapi Nyonya Martini menanggapinya dengan sinis.

"Ngga usah!" jawabnya. "Pak Pendeta tadi khan bilang, barangsiapa tidak bekerja, jangan makan."

"Ha!" si anak terbelalak. "Mama juga!" sahut si anak.

"Mama juga bagaimana ?"

"Kan Papa yang kerja, tapi Mama ikut makan, hayo!"

Setelah membaca cerita diatas. Apa yang terlintas dalam benak kita? Ada banyak hal yang mungkin terpikir oleh kita. Salah satunya kadang-kadang atau mungkin seringkali anak-anak kita atau kluarga kita yang masih kecil mengingatkan kita tentang apa yang pernah kita katakan pada mereka.

Ayo, sekarang kita blajar lagi dari anak kecil. Bukan memplajari ttg sifatnya yang selalu menelan mentah perkatan orang, tapi ketulusan dia untuk blajar tentang hal yang baik.

Ayo, tman-tman!!! Bersemangat kita coba skarang blajar untuk mengaplikasikan apa yang kita ajarkan pada mereka. Hal ini sangat penting loh,,,,agar mereka juga blajar untuk menghargai satu komitmen.

by created : Herlina lg

Raja Yang Bijaksana

Bahan Bacaan: 1Raja-raja 3:16-28

Suatu hari dua orang wanita datang ke hadapan Raja Salomo. Mereka
berebut anak. Keduanya sama-sama baru melahirkan. Mereka tinggal
bersama. Salah satu ibu karena tidur nyenyak tidak sadar menindih
bayinya. Bayinya akhirnya meninggal. Ibu itu lalu menukarkan bayinya.
Yang sudah mati ditukar dengan yang masih hidup. Saat ibu bayi yang
masih hidup bangun, dia kaget. Kenapa anakya mati? Lalu dia sadar itu
bukan bayinya.

Waktu dia melihat bayinya digendong temannya, dia marah. “Itu bayiku,
bayimu sudah mati. Kamu menukarnya dengan bayiku.” Ibu yang palsu
berkata, “Ini bayiku! Bayimu yang mati itu!” Ibu-ibu itu lalu ribut.
Tetangga-tetangganya melerai. Mereka mengusulkan agar perkara itu di
serahkan kepada Raja Salomo.

Kedua ibu itu pergi ke Istana. Mereka bertemu dengan raja Salomo. Di
depan raja mereka terus ribut. Ibu yang palsu maupun yang asli. Mereka
sama-sama menginginkan bayi yang masih hidup itu.

“DIAM!” tegur Raja Salomo. Dia sudah tidak tahan mendengar keributan.
Dia minta pengawalnya mengambil pedang. “Taruh bayi itu di depanku.
Daripada terus bertengkar, bayi ini kubagi dua saja!”

Ibu yang palsu berkata sambil tersenyum, “Iya, bagi dua saja bayinya
biar adil!”

Tetapi ibu yang asli menangis dengan keras sambil berkata, “Jangggann
… Tuanku Raja, jangan bunuh anakku. Biarlah wanita itu mengambil
anakku. Aku tidak mau anakku, Tuanku!”

Raja lalu berkata, “Ambil bayi itu, serahkan ke ibunya yang sedang
menangis itu. Dialah ibunya!” Lalu ibu yang palsu dihukum dan
dimasukkan ke penjara.

Raja Salomo tahu ibu yang asli tidak mungkin ingin melihat anaknya
dibunuh. Raja Salomo tidak benar-benar ingin membunuh anak itu. Hanya
untuk menguji. Raja Salomo sungguh raja yang penuh hikmat. Karena dia
selalu menyenangkan hati Tuhan.

“Tetapi kepada manusia Ia berfirman: Sesungguhnya,
takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan
itulah akal budi.” (Ayub 28:28)

by created : Herlina lg
GPI Sidang Supratman