CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Senin, 27 Oktober 2008

Ngajar Dengan CinTa

zwani.com myspace graphic comments
Graphics for Christian Comments

Tman-tman ni ada tips buat ngajar sekolah minggu.
Qta bisa ngaplikasiin tips ini dalam pelayanan di gereja Qta masing-masing.
Cobalah mengajar dengan cinta, meski susah mencobanya, niscaya kita akan tenang, damai, dan nikmat.

Berikut tips mengajar dengan cinta antara lain :

1. Siapkan menu
Ibarat seorang ibu yang menyiapkan makan malam untuk acara keluarga, menu sajian pastilah disiapkan dengan baik agar memberikan kepuasan kepada penikmat masakan tersebut. Begitu pula, guru SM yang akan memunculkan benih cinta, siapkanlah menu pembelajaran dengan baik agar dapat dinikmati murid dengan baik pula.

2. Hargai Anak SM
Anak adalah anak bukan orang dewasa dalam bentuk kecil. Hargai anak sebagaimana mereka adalah sosok anak. Bawalah dunia Anda ke dunia mereka. Tiap ucapan anak adalah emas jadi perlu direspon dengan emas pula.

3. Tersenyumlah
Jika anda tersenyum dengan murid, dia akan memberikan cinta 100 kalinya sebagai pembalasan senyum itu. Kemudian, senyum guru SM akan disimpan dalam memori anak yang paling dalam. Memori itu pada akhirnya dapat melejitkan potensi diri anak itu sendiri. Senyum adalah multivitamin yang mampu neggairahkan kejiwaan anak.

4. Jadilah Aktor
Ketika di kelas, jadilah aktor yang mampu menawan murid. Gunakan tangan, hentakan kaki, lirikan, mimik, intonasi suara secara terpadu. Aktor yang baik akan mampu membenamkan kepedulian penontonnya untuk terus terkesima sambil memahami maknanya.

5. Bersahabatlah dengan Mereka
Cinta bukan paksaan. Ia lahir dari perasaan, kehadirannya tidak diundang, perginya tiada yang merelakan.Persahabatan biasanya berakhir dengan percintaan tetapi percintaan tidak pernah berakhir dengan persahabatan. Bersahabatlah dengan siswa secara tulus. Sepanjang hidupnya, Anak SM akan selalu tulus kepada sahabat guru SMnya.

Itulah, lima tips dasar bagi guru yang mengajar dengan cinta. Cinta bukan mengajar kita lemah tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar menghinakan diri tetapi menghembuskan kegagahan.Cinta bukan melemahkan semangat tetapi membangkitkan semangat.

Kadangkala kita menyadari betapa dalamnya kita menyintai seseorang, di saat kita sedang kehilangannya. Dan kadangkala kita juga menyedari betapa perlunya cinta seseorang terhadap kita, di saat kita amat memerlukannya.

PUisi berikut juga perlu menjadi inspirasi mengajar dengan cinta.

Cinta

Jika ia sebuah cinta
ia tidak mendengar, namun sentiasa bergetar

Jika ia sebuah cinta
ia tidak buta namun, sentiasa melihat dan merasa.

Jika ia sebuah cinta
ia tidak menyiksa namun, sentiasa menguji.

Jika ia sebuah cinta
ia tidak memaksa namun, sentiasa berusaha.

Jika ia sebuah cinta
ia tidak cantik namun, sentiasa menarik.

Jika ia sebuah cinta
ia tidak datang dengan kata-kata namun, sentiasa menghampiri dengan hati.

Jika ia sebuah cinta
ia tidak terucap dengan kata namun sentiasa, hadir dengan sinar mata.

Jika ia sebuah cinta
ia tidak hanya berjanji, namun sentiasa coba memenangi.

Jika ia sebuah cinta
ia mungkin tidak suci, namun sentiasa harmoni.

Jika ia sebuah cinta
ia tidak hadir kerana permintaan, namun hadir karena kebutuhan.

Jika ia sebuah cinta
ia tidak hadir dengan kekayaan dan kebendaan, namun hadir kerana pengorbanan dan kesetiaan.

hehehe....Kalian jangan berpikir kalau aQ yang Ngbuat puisi itu.
aQ jg dapat dari Blog lain tapi setidaknya aQ cape-cape Ngetik harus jadi berkat buat smua yang baca blog ini. Amin.....

Udah dulu yach.....Met Sore!!!!

Peace Out...n GBU

zwani.com myspace graphic comments
Graphics for Christian Comments


By: Herlina Lumban gaol

Sabtu, 18 Oktober 2008

Visi n Misi SekoLah MinggU

Sekolah Minggu yang Memiliki Panggilan

Memulai sebuah Sekolah Minggu yang asal-asalan tidaklah sulit, karena secara praktis yang dibutuhkan adalah seorang guru yang bisa bercerita, beberapa anak untuk menjadi murid, lalu sebuah ruangan dengan fasilitas minimum, mis. papan tulis dan kursi untuk anak-anak duduk. Tetapi untuk memiliki sebuah Sekolah Minggu yang memiliki panggilan, visi dan misi tidaklah mudah.

Berikut ini adalah beberapa hal penting yang harus dimiliki agar Sekolah Minggu anda menjadi Sekolah Minggu yang berhasil dan memiliki panggilan.

1.Visi Sekolah Minggu

"Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat" (Amsal 29:18).
Pertanyaan: apakah maksud yang mendasari didirikannya Sekolah Minggu di tempat anda melayani? Sekolah Minggu tidak didirikan karena keinginan manusia saja. Allahlah yang menggerakkan manusia yang dikasihiNya untuk memiliki kerinduan menjangkau jiwa-jiwa "kecil" bagi kerajaanNya.

Visi Sekolah Minggu adalah melihat jauh ke depan kepada kerinduan Allah untuk bersekutu dengan manusia, di antara mereka adalah anak-anak yang masih muda belia, supaya melalui mereka kasih dan kuasa Tuhan dinyatakan.

2.Misi Sekolah Minggu

"Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepadaKu." (Mat 19:14).
Pertanyaan: apa yang ingin dilakukan dan dikerjakan Sekolah Minggu di tempat anda melayani? Melalui kegiatan Sekolah Minggu kita ingin agar anak-anak dapat dengan bebas datang kepada Tuhan Yesus dan menerima Dia menjadi Juruselamat pribadi mereka.

3.Tujuan Sekolah Minggu

"Gembalakanlah domba-domba (kecil) KU." (Yoh 21:18).
Sekolah Minggu bertujuan untuk:
a.menjadi sarana yang dapat dipakai Allah untuk mengumpulkan anak-anak dan memberitakan Firman Tuhan kepada mereka.
b.menjadi sarana agar anak-anak mendapat siraman kasih Allah melalui persekutuan yang diadakan.
c.menjadi sarana agar anak-anak dimuridkan dan menjadi alat bagi pelebaran kerajaanNya.
(Pokok-pokok di atas diaplikasikan tidak hanya untuk Sekolah Minggu, tetapi juga untuk semua bentuk pelayanan anak, meskipun masing-masing mungkin memiliki penekanan dan metode yang berbeda.)

Jika anda telah lama terlibat dalam pelayanan Sekolah Minggu atau pelayanan anak secara umum, periksalah kembali apakah pelayanan anda memiliki visi, misi dan tujuan yang jelas? Dan apakah sampai saat ini tetap setia melaksanakannya? Apakah hasilnya adalah seperti yang diharapkan. Jika pelayanan anak yang anda lakukan mulai mengalami kejenuhan, periksalah lagi ketiga hal itu, adakah yang kurang?

Perlukah pelayanan anda disegarkan agar kembali ke visi, misi dan tujuan yang benar? Pakailah pertanyaan-pertanyaan ini untuk menjadi bahan diskusi di antara para guru yang terlibat dalam pelayanan anak di mana anda berada. Kiranya bahan ini bisa menjadi bahan pergumulan agar pelayanan sekolah minggu anda dibangunkan kembali.

aQ Sengaja Ngebuat Wacana yang Ngebahas TTg Visi n Misi Sekolah Minggu ini karena aQ juga diBerkati banget dengan bahasan ini.

kalau Anda udah ngbaca Blog ini saya harap qta bisa ngliat, gmana sih sbnarnya pelayanan SeKolah MinGGu di greja Qta. Jika masih ada hal yang harus dibenerin, yooo...Qta mulai lagi bentuk Visi n Misi Qta Ikut dalam pelayanan SeKolah Minggu dari sekarang.

katakan dalam hatimu " Tuhan Ajar aq berserah dan Bentuk aQ dalam Visi n Misi yang Mulia yang harus kucapai Untuk Kemuliaan namaMu dan Biarkan aQ tetap jadi pelayanMu yang melayani dengan sgnap Hati dan KemampuanQ. Thank's GOd!!!!, Amin."

Udah dulu ya..Cape Juga Euyy!!!
Smoga BerManfaaT Bagi Qta Smua....AmiN!!

By Created : Herlina Lumban gaol
STMIK Bandung

Jumat, 17 Oktober 2008

SeJaRaH SeKolaH MiNgGu

1.1 Sejarah Sekolah Minggu
(dari Ulangan 6:4-7 sampai Kisah Robert Raikes)

Banyak sekali guru Sekolah Minggu dan para pembina anak yang belum tahu cerita tentang bagaimana pelayanan Sekolah Minggu pertama kali diselenggarakan. Oleh karena itu dalam edisi perdana, kami akan menyajikan terlebih dahulu sebuah artikel tentang sejarah Sekolah Minggu.

Kalau kita menelusuri kembali ke jaman Perjanjian Lama, maka sebenarnya Alkitab telah memberikan perhatian yang serius terhadap pembinaan rohani anak. Pada masa itu pembinaan rohani anak dilakukan sepenuhnya dalam keluarga (Ulangan 6:4-7).

Sejak sebelum usia 5 tahun anak telah dididik oleh orang tuanya untuk mengenal Allah Yahweh. Pada masa pembuangan di Babilonia (500 SM), ketika Tuhan menggerakkan Ezra dan para ahli kitab untuk membangkitkan kembali kecintaan bangsa Israel kepada Taurat Tuhan, maka dibukalah tempat ibadah sinagoge dimana mereka dapat belajar Firman Tuhan kembali, termasuk diantara mereka adalah anak-anak kecil. Orangtua wajib mengirimkan anak-anaknya yang berusia di bawah 5 tahun ke sekolah di sinagoge. Di sana mereka dididik oleh guru-guru sukarelawan yang mahir dalam kitab Taurat. Anak-anak dikelompokkan dengan jumlah maksimum 25 orang dan dibimbing untuk aktif berpikir dan bertanya, sedangkan guru adalah fasilitator yang selalu siap sedia menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.

Ketika orang-orang Yahudi yang dibuang di Babilonia diijinkan pulang ke Palestina, maka mereka meneruskan tradisi membuka tempat ibadah sinagoge ini di Palestina sampai masa Perjanjian Baru. Tuhan Yesus ketika masih kecil, juga sama seperti anak-anak Yahudi yang lain, menerima pengajaran Taurat di sinagoge. Dan pada usia 12 tahun Yesus sanggup bertanya jawab dengan para ahli Taurat di Bait Allah. Tradisi mendidik anak-anak secara ketat terus berlangsung sampai pada masa rasul-rasul (1 Tim 3:15) dan gereja mula-mula. Namun, tempat untuk mendidik mereka perlahan-lahan tidak lagi dipusatkan di sinagoge tetapi di gereja, tempat jemaat Tuhan berkumpul.

Tetapi sayang sekali pada Abad Pertengahan gereja tidak lagi memelihara kebiasaan mendidik anak seperti abad-abad sebelumnya. Bahkan orang dewasapun tidak lagi mendapatkan pengajaran Firman Tuhan dengan baik. Barulah pada masa Reformasi, gerakan pengembalian kepada pengajaran Alkitab dibangkitkan lagi, dan pendidikan terhadap anak-anak mulai digalakkan kembali, khususnya melalui kelas Katekismus. Untuk itu hanya para pekerja gereja sajalah yang diijinkan untuk terlibat dalam pembinaan. Namun sedikitnya orang yang terlatih untuk mengajarkan kelas Katekismus ini menyebabkan pelayanan anak ini menjadi mundur bahkan perlahan-lahan tidak lagi menjadi perhatian utama gereja dan diadakan hanya sebagai prasyarat bagi anak-anak yang akan menerima konfirmasi (baptis sidi).

Barulah pada abad 18, seorang wartawan Inggris bernama Robert Raikes, digerakkan oleh rasa cinta kepada anak-anak, membuat suatu gerakan yang akhirnya mendorong lahirnya pelayanan Sekolah Minggu! Pada masa akhir abad 18, Inggris sedang dilanda suatu krisis ekonomi yang sangat parah. Setiap orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan anak-anak dipaksa bekerja untuk bisa mendapatkan penghidupan yang layak. Pada saat itu wartawan Robert Raikes, mendapat tugas untuk meliput berita tentang anak-anak gelandangan di Gloucester bagi sebuah harian (koran) milik ayahnya. Apa yang dilihat Robert sangat memprihatinkan sebab anak-anak gelandangan itu harus bekerja dari hari Senin sampai Sabtu. Apa yang dilakukan anak-anak pada hari Minggu itu? Hari Minggu adalah satu-satunya hari libur mereka sehingga mereka habiskan untuk bersenang-senang, tapi karena mereka tidak pernah mendapat pendidikan (karena tidak bersekolah), anak-anak itu menjadi sangat liar, mereka minum-minum dan melakukan berbagai macam kenakalan dan kejahatan.

Melihat keadaan itu Robert Raikes bertekad untuk mengubah keadaan. Ia dengan beberapa teman mencoba melakukan pendekatan kepada anak-anak tersebut dengan mengundang mereka berkumpul di sebuah dapur milik Ibu Meredith di kota Scooty Alley. Di sana selain anak-anak mendapat makanan, mereka juga diajarkan sopan santun, membaca dan menulis. Tapi hal paling indah yang diterima anak-anak di situ adalah mereka mendapat kesempatan mendengar cerita-cerita Alkitab. Pada mulanya pelayanan ini sangat tidak mudah. Banyak anak-anak itu datang dengan keadaan yang sangat bau dan kotor. Namun dengan cara pendidikan yang disiplin, kadang dengan pukulan rotan, tapi dilakukan dengan penuh cinta kasih, anak-anak itu akhirnya belajar untuk mau dididik dengan baik, sehingga semakin lama semakin banyak anak datang ke dapur Ibu Meredith. Semakin banyak juga guru disewa untuk mengajar mereka, bukan hanya untuk belajar membaca dan menulis tapi juga Firman Tuhan. Perjuangan yang sangat sulit tapi melegakan. Dan dalam waktu 4 tahun sekolah minggu itu semakin berkembang bahkan ke kota-kota lain di Inggris, dan jumlah anak-anak yang datang ke sekolah hari minggu terhitung mencapai 250.000 anak di seluruh Inggris.

Mula-mula, gereja tidak mengakui kehadiran gerakan Sekolah Minggu yang dimulai oleh Robert Raikes ini. Tetapi karena kegigihannya menulis ke berbagai publikasi dan membagikan visi pelayanan anak ke masyarakat Kristen di Inggris, dan juga atas bantuan John Wesley (pendiri gereja Methodis), akhirnya kehadiran Sekolah Minggu diterima oleh gereja. Mula-mula oleh gereja Methodis, akhirnya gereja-gereja protestan lain. Ketika Robert Raikes meninggal dunia thn. 1811, jumlah anak yang hadir di Sekolah Minggu di seluruh Inggris mencapai lebih dari 400.000 anak. Dari pelayanan anak ini, Inggris tidak hanya diselamatkan dari revolusi sosial, tapi juga diselamatkan dari generasi yang tidak mengenal Tuhan.

Gerakan Sekolah Minggu yang dimulai di Inggris ini akhirnya menjalar ke berbagai tempat di dunia, termasuk negara-negara Eropa lainnya dan ke Amerika. Dan dari para misionaris yang pergi melayani ke negara-negara Asia, akhirnya pelayanan anak melalui Sekolah Minggu juga hadir di Indonesia.

Dari lamanya perjuangan membuat pelayanan Anak Sekolah Minggu, Maka aq juga buat satu Keputusan Untuk Ngelanjutin Pelayanan ini di GPI sidang SupRatman. Memang sih, banyak rintangan tapi satu hal yang harus diingat Tuhan akan menguatkan dan Meneguhkan Qta yang melayani DIA.

Teman-tman Jangan putus asa yach....Smangat truSS Layani Tuhan...

HiduP SeKolAH MinGGU!!!!!!

PeAcE OuT N GBU!!!

By CreaTed : HerLina LumBan Gaol